Di
antara terpaan angin malam
Ada
satu bintang yang tetap bersinar
Tak
terlihat oleh banyak mata
Namun bagiku
Ia menuntun langkahku.
Dia
bukanlah ratu gemerlap dunia
Tak
bersinar dalam sorot lampu panggung
Namun dalam dada, ialah mahkota
Yang
menghiasi kehidupan tanpa ragu
Nenek,
oh nenek belahan jiwaku
Dalammu
terukir semua kenangan indah
Setiap langkahmu
setiap senyummu
Mengisi
hatiku dengan cahaya kebahagiaan
Kata-katamu
adalah bait-bait syair
Yang
mengalir manis dari hatimu yang tulus
Dengannya
aku merasakan ketenangan
Dalam
pelukan hangat kasih sayangmu
Meski
waktu membawa kita berpisah
Kenangan
tentangmu takkan pernah pudar
Engkau
adalah pelangi dalam hidupku
Warna-warni kebahagiaan yang tak terlupakan
Di
sebuah desa kecil di pedesaan yang indah, tinggal seorang anak laki-laki
bernama Rian. Rian adalah anak yang ceria dan penuh semangat, namun hidupnya
tidaklah mudah. Ia kehilangan kedua orang tuanya saat masih sangat muda karena perpisahan
yang tak terelakkan. Kedua orang tua rian berpisah dan entah pergi kemana
dengan kehidupan mereka masing-masing.
Rian
adalah seorang anak yang tumbuh besar tanpa kedua orang tuanya. Kehidupannya
dipenuhi dengan kenangan manis bersama neneknya, seorang wanita tua yang penuh
kasih sayang dan bijaksana. Sejak kecil, neneknya telah menjadi sosok pengganti
orang tua baginya, memberinya cinta, perhatian, dan arahan dalam menjalani
kehidupan.
(Lokasi:
Ruang tamu di rumah mereka)
Ibu
(Sarah): Kenapa kamu selalu begitu egois, David? Kamu tidak pernah memikirkan
keluarga ini!
Ayah
(David): Egois? Siapa yang egois? Aku yang harus bekerja keras untuk memberi
makan keluarga ini!
Sarah:
Itu alasan yang sama sekali tidak masuk akal! Kamu selalu sibuk dengan
pekerjaanmu dan tidak pernah punya waktu untuk kami!
David:
Aku bekerja keras untuk mendapatkan uang, Sarah! Itulah yang kita butuhkan!
Sarah:
Tapi uang tidak bisa menggantikan kehadiranmu di rumah! Rian butuh ayah yang
ada di sini, bukan hanya memberikan uang!
David:
Aku melakukan ini semua untuk kebaikan keluarga ini! Kamu tidak mengerti!
Sarah:
Kamu tidak mengerti bahwa keluarga ini butuh lebih dari sekadar uang! Kami
butuh kehadiranmu, David! Kami butuh cinta dan perhatianmu!
David:
Aku lelah mendengar keluhanmu, Sarah! Mungkin kita tidak cocok lagi bersama!
Sarah:
Apa yang kamu katakan? Kamu serius?
David:
Ya, aku serius. Mungkin ini waktu terbaik bagi kita untuk pergi masing-masing!
Sarah:
Tidak! Aku tidak percaya kamu bisa mengatakan itu! Kamu tidak boleh
meninggalkan kami!
David:
Mungkin ini yang terbaik, Sarah. Kita sudah tidak bahagia lagi bersama.
Sarah:
Tidak, aku tidak mau perceraian! Rian butuh kita berdua!
David:
Rian bisa bertahan. Mungkin ini memang yang terbaik bagi kita semua.
Sarah:
(Menangis) Bagaimana kita bisa sampai ke titik ini, David?
David:
Aku tidak tahu, Sarah. Mungkin kita terlalu berbeda.
Sarah:
(Merasa putus asa) Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi.
David:
Kita harus memikirkan kebaikan Rian. Dan mungkin perceraian adalah jawabannya.
Percakapan
yang memilukan itu akhirnya membawa mereka pada keputusan yang sulit untuk
bercerai, meninggalkan Rian dengan rasa kehilangan yang mendalam dan pertanyaan
yang tak terjawab tentang keberlanjutan keluarganya. Hanya tertinggal Ibu
dengan Rian di ruang tamu. Setelah itu, Rian diantarkan ke rumah neneknya di
desa.
(Lokasi:
Ruang makan di rumah nenek Rian)
Sarah:
(Menyeka air matanya) Rian, sayang, duduklah bersamaku sebentar.
Rian:
(Duduk di seberang meja dari ibunya dengan ekspresi campuran antara kesedihan
dan kebingungan) Ibu, kenapa Ibu harus pergi?
Sarah:
(Memeluk Rian erat) Sayang, Ibuku harus pergi karena ada beberapa hal yang
harus diurus di kota. Tapi aku akan selalu ada untukmu, bahkan jika kita harus
berjauhan.
Rian:
Tapi aku ingin Ibu tetap di sini bersamaku dan nenek. Mengapa kita tidak bisa
tinggal bersama?
Sarah:
(Menangis) Sayang, keputusan ini sangat sulit untuk Ibu. Tapi aku harus bekerja
dan memastikan kita memiliki cukup uang untuk hidup. Tidak apa-apa jika kita
berpisah sementara waktu, kan?
Rian:
(Mengangguk perlahan) Tapi aku akan merindukan Ibu.
Sarah:
Ibu juga akan merindukanmu, sayang. Tapi kita akan tetap terhubung, baik
melalui telepon, surat, atau video panggilan. Dan nenekmu juga akan selalu ada
di sini untukmu.
Rian:
(Mengusap air matanya) Baiklah, Ibu. Aku akan mencoba untuk kuat.
Sarah:
Itu anakku yang baik. (Menyeka air matanya) Aku berjanji akan datang menemuimu
sebanyak mungkin, dan kita akan tetap menjaga hubungan kita, baik?
Rian:
(Mengangguk) Baiklah, Ibu. Aku akan menunggu kedatanganmu.
Sarah:
(Menyeka air matanya) Aku mencintaimu, sayang. Jangan pernah lupakan itu.
Rian:
(Mengembangkan senyum kecil) Aku juga mencintaimu, Ibu.
Meskipun
hati mereka hancur oleh perceraian dan kepergian ibunya, percakapan ini
memperlihatkan ikatan kasih sayang yang kuat antara ibu dan anak. Meskipun
terpisah secara fisik, mereka berdua berjanji untuk tetap saling mendukung dan
mencintai satu sama lain sepanjang waktu.
Saat
di depan rumah nenek
Sarah:
(Memeluk Rian erat) Sayangku, aku tahu ini sangat sulit bagimu. Aku minta maaf
karena kita harus melalui ini.
Rian:
(Dengan suara terdengar sedih) Aku akan merindukanmu bu.
Sarah:
Aku juga akan merindukanmu, Nak. Tapi kamu tahu, Ibu pergi ke kota bukan untuk
meninggalkanmu, tapi untuk mencari cara agar kita bisa hidup lebih baik.
Rian:
Apa yang salah dengan hidup kita di sini? Kenapa Ibu harus pergi?
Sarah:
(Menatap mata Rian dengan penuh kasih) Bukan karena ada yang salah, Nak. Tetapi
Ibu percaya bahwa dengan pergi ke kota, Ibu bisa mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik, sehingga kita bisa memiliki hidup yang lebih baik juga.
Rian:
Tapi apa yang akan Rian lakukan tanpamu bu?
Sarah:
Kamu akan baik-baik saja, Nak. Nenek akan tetap bersamamu di sini. Dan aku akan
selalu ada untukmu, meskipun tidak di sampingmu secara fisik.
Rian:
Tapi kenapa Papa harus pergi dan tidak kembali?
Sarah:
(Menangis) Ayah dan Ibu memang harus pergi masing-masing, Nak. Tapi kamu harus
percaya bahwa kedua orang tua kamu selalu mencintaimu. Perceraian itu tidak
membuat Ayah dan Ibu berhenti mencintaimu.
Rian:
Aku akan mencoba.
Sarah:
(Mengusap air mata Rian) Itu anakku yang baik. Kamu sangat kuat, Nak. Ibu
percaya kamu bisa melewati ini.
Rian:
(Mencoba tersenyum) Aku akan merindukanmu, Bu.
Sarah:
Dan Ibu akan merindukanmu juga, Nak. Tetapi ingatlah, cinta kita akan selalu
menyatukan kita, meskipun jarak memisahkan kita.
Percakapan
itu penuh dengan emosi, tetapi juga penuh dengan kasih sayang. Meskipun mereka harus
berpisah secara fisik, cinta mereka satu sama lain tetap tidak tergoyahkan.
Rian harus belajar untuk menerima perubahan dan menemukan kekuatan di dalam
dirinya untuk melanjutkan hidup, sementara Ibunya berusaha mencari kehidupan
yang lebih baik bagi mereka berdua.
Masa
kecil Rian hanya dihabiskan kegembiraan dengan sang nenek, walaupun tidak memiliki
kedua orang tua seperti anak-anak lainnya, namun kehadiran neneknya selalu
mampu menghibur dan memberinya kekuatan. Bersama nenek, Rian belajar banyak hal
tentang kehidupan, nilai-nilai moral, dan kebaikan.
Setiap
hari, neneknya mengajarkan Rian tentang pentingnya bersyukur atas apa yang
dimilikinya, meskipun terkadang hidup mereka sederhana. Mereka belajar saling
mengasihi, saling memaafkan, dan saling mendukung satu sama lain. Meskipun Rian
tidak memiliki pengalaman hidup yang sama dengan anak-anak lain yang memiliki
kedua orang tua, namun cinta dan perhatian neneknya membuatnya merasa cukup dan
bahagia.
Namun,
ada saat di mana Rian merasa kesepian dan merindukan sosok orang tua yang
seharusnya ada di sampingnya. Neneknya selalu berusaha menenangkan Rian dan
mengajaknya untuk tetap berpikiran positif. Dia selalu menegaskan bahwa
meskipun kedua orang tua Rian tidak lagi bersama mereka, namun mereka selalu
hadir dalam hati dan doa mereka.
Rian:
Nenek, apakah Ayah dan Ibu akan kembali?
Nenek:
Sayang, Ayah dan Ibu memang sudah memilih jalan masing-masing. Tapi itu tidak
berarti mereka berhenti mencintaimu, Nak.
Rian:
Tapi aku merindukan mereka, Nenek. Aku ingin mereka berdua di sini bersama
kita.
Nenek:
Aku tahu, Nak. Dan aku juga merindukan mereka. Tapi kadang-kadang, orang dewasa
harus mengambil keputusan yang sulit untuk kebaikan semua orang.
Rian:
Tapi mengapa mereka harus berpisah?
Nenek:
Kadang-kadang, hubungan antara orang dewasa bisa rumit, Nak. Dan kadang-kadang,
perceraian adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah yang ada.
Rian:
(Mengangguk, tetapi masih terlihat sedih) Tapi itu tidak adil, Nenek. Aku tidak
ingin hidup tanpa ayah dan ibu.
Nenek:
Aku mengerti, Nak. Tetapi kamu tahu, Ayah dan Ibu selalu mencintaimu, bahkan
jika mereka tidak selalu bisa bersama kamu.
Rian:
(Meneteskan air mata) Aku tahu, Nenek. Tapi aku masih merindukan pelukan
mereka.
Nenek:
(Memeluk Rian erat) Aku juga merindukan mereka, Nak. Tapi kita harus kuat. Kita
masih punya satu sama lain, bukan?
Rian:
(Mengangguk, mencoba tersenyum) Ya, Nenek. Kita punya satu sama lain.
Nenek:
Dan kamu tahu Rian, kita akan selalu ada satu sama lain. Kita akan melewati
semua ini bersama-sama.
Rian:
(Merasa sedikit lebih baik) Terima kasih, Nenek.
Nenek:
Tidak perlu berterima kasih, Nak. Itu yang nenek lakukan. Kita akan menjaga
satu sama lain, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Percakapan
itu menunjukkan hubungan yang kuat antara Rian dan Neneknya, serta kemampuan
mereka untuk saling mendukung di saat-saat sulit. Meskipun Rian merasa
kehilangan tanpa kehadiran orang tua, dia tahu bahwa dia tidak sendirian karena
memiliki nenek yang selalu ada di sisinya.
Ketika
Rian mulai tumbuh dewasa, dia semakin mengerti betapa berharga dan pentingnya
peran neneknya dalam hidupnya. Dia berusaha untuk menjadi anak yang baik dan
membahagiakan neneknya sebaik mungkin. Meskipun terkadang ada rintangan dan
kesulitan yang mereka hadapi bersama, namun kekuatan cinta dan ikatan mereka
tidak pernah pudar.
Hingga
suatu hari, saat Rian telah dewasa, Neneknya perlahan-lahan mulai lemah karena
usia yang telah lanjut. Rian merasa sedih dan terpukul oleh kenyataan bahwa
waktu bersama Neneknya mungkin tidak akan selamanya. Namun, dia berusaha untuk
tetap kuat dan memberikan dukungan serta perhatian yang lebih kepada neneknya.
Dalam
momen kehilangan neneknya yang dicintai, Rian merasakan kesedihan yang begitu
mendalam dan tak terlukiskan. Setiap detik terasa begitu berat, dipenuhi dengan
kekosongan yang tajam.
Rian
duduk sendirian di tepi tempat tidurnya, tatapan kosongnya tertuju pada sudut
ruangan yang kosong. Di dalam dadanya, terasa sebuah beban yang berat dan
hampa. Neneknya, sosok yang begitu penyayang dan menjadi tempat pelarian selama
ini, telah pergi untuk selamanya.
Tangisnya
tak terbendung lagi, Rian merasa seperti hatinya hancur berkeping-keping. Nenek
adalah segalanya baginya, bukan hanya seorang pengasuh, tetapi juga sahabat dan
pelindung. Dia merindukan belaian lembut dan kata-kata bijak Neneknya yang
selalu menghiburnya di saat-saat sulit.
Rian
merasa kehilangan arah, seakan-akan tanpa kehadiran Nenek, dunianya runtuh
menjadi pecahan-pecahan yang tidak teratur. Setiap sudut rumah menyampaikan
kenangan manis tentang Neneknya, memperkuat perasaan kehilangan yang mendalam.
"Denganmu
pergi, seolah-olah setengah dari diriku ikut pergi, Nenek," bisiknya dalam
tangis. Dia merindukan aroma harum Nenek yang selalu tercium ketika dia
memeluknya, serta senyum lembut yang menenangkannya di masa-masa sulit.
Namun,
di balik kesedihan yang menyelimuti hatinya, Rian mencoba merangkul kenangan
indah bersama Neneknya. Setiap tawa, setiap cerita, dan setiap pelajaran yang
diberikan neneknya akan tetap terpatri dalam ingatannya, menjadi cahaya dalam
gelapnya kesedihan.
Meskipun
kesedihan melanda, Rian berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menghormati
dan mengenang warisan kasih sayang dan kebijaksanaan yang ditinggalkan oleh
neneknya. Dengan memeluk kenangan itu, dia berharap dapat menemukan sedikit
ketenangan di tengah badai kesedihan yang melanda.
Pada
saat itu, Rian merasa seperti ia telah kehilangan bagian dari dirinya sendiri,
namun ia juga menyadari bahwa kenangan dan warisan cinta dari Neneknya akan
selalu hidup di dalamnya.
Ketika
akhirnya neneknya meninggal dunia, Rian merasa kehilangan yang sangat mendalam.
Namun, dia juga merasa bersyukur telah memiliki kesempatan untuk menghabiskan
waktu bersama nenek yang luar biasa itu. Pengalaman hidupnya bersama nenek
telah membentuknya menjadi pribadi yang kuat, bijaksana, dan penuh cinta kasih.
Walau
hidupnya tanpa kedua orang tua, kehadiran Neneknya telah mengajarinya tentang
kehidupan, cinta, dan kebahagiaan. Dan meskipun neneknya telah tiada, kenangan
indah bersamanya akan selalu membawa kehangatan dan inspirasi dalam setiap
langkah perjalanan hidupnya.
Penulis: Siti Qummariyah
Editor: Henik Ika Ulfawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar