Sudah 6 tahun emak
kembali kepada pangkuan Yang Maha Kuasa, meninggalkan aku dan bapak di Istana
kecil kami. Waktu itu Memang berat, namun sepertinya sosok yang paling terpukul
dengan kepergian emak adalah bapak. Sedangkan aku sebagai anak semata wayangnya
menduduki posisi kedua.
Satu tahun setelah emak
meninggal, semuanya sudah nampak normal. Aku naik kelas dengan nilai yang cukup
dan bapak kembali semangat bekerja. Setidaknya aku harus ikhlas mendengar
rencana bapak akan menikah lagi dengan salah satu karyawan wanita di pabriknya,
kalau tidak salah namanya Sri. Yah setelah kupertimbangkan lagi, mungkin bapak
butuh penyemangat mencari nafkah untuk kami. Terlebih lagi tahun depan aku
ingin masuk ke universitas, tentunya
biaya kedepan sangatlah banyak. Maka dari itu, menurutku mengizinkan bapak
menikah lagi adalah keputusan yang
bijak.
Seminggu sebelum aku akan
memiliki ibu baru. Bapak sedang tenang menikmati segelas kopi panas di pagi
liburnya. Telepon genggam diatas meja berdering. Seketika raut wajah tenangnya
beralih memproyeksikan kekhawatiran. Aku mengambil kemudi motor, mengantarnya
ke Rumah Sakit Dr. Kariadi. Ya memang aku belum punya SIM, namun mana mungkin
aku membiarkan bapak memboncengku, sedangkan suasana hatinya sedang kacau.
“Lebih cepat, mas. Calon
ibumu sedang koma” Suruh bapak dengan mencengkeram erat pundakku. Aku mengerti
bagaimana perasaan bapak. Tapi, sebenarnya bagaimana Sri bisa koma? padahal
kemarin saat berkunjung ke rumah dia nampak baik-baik saja. Aneh.
Dibalik dinginnya kaca
jendela ruang ICU aku menatap calon ibuku yang terbaring dengan selang yang
terhubung di hidungnya sekaligus penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
Dari luar, wajah Sri segar, tubuhnya tidak mengurus lantas apa benar Sri koma
karena sebuah penyakit? Kurasa tidak. Entah kenapa pembicaraan mereka nampaknya
memanas. Keduanya nampak serius. Namun, keikut sertaan seorang pria berkumis
lebat berbadan pendek dengan mengenakan pakaian khas adat jawa dalam dialog
mereka sangat mengganggu suasana. Mungkin dukun. Tapi kenapa dia di dalam rumah
sakit? andai aku terlahir dengan tidak memiliki sopan, pasti dihadapan mukanya
aku akan bertanya ‘apakah sekarang
rumah sakit membuka laynan pengobatan santet?’.
Ternyata lama-lama capek
juga beridiri terus melihat Sri terbaring sambil menguping pembicaraan mereka
bertiga. Lebih baik aku duduk. Sebenarnya aku tidak terlalu berharap memiliki
ibu baru, tapi aku berdoa semoga bapak diberikan yang terbaik oleh Tuhan. Tak
lama kemudian bapak mengajakku pulang. Membawa oleh-oleh keputusan bapak untuk
membatalkan pernikahannya dengan Sri. Aku tau setelah bapak bercerita di atas
motor saat kami sedang perjalanan pulang.
ingin kutanyakan kepada bapak, kenapa ia membatalkannya? Namun kurasa
bukan saat yang tepat. Mungkin lain waktu.
Tadi pagi, bapak nampak
cerah dan lebih semangat saat berangkat bekerja dari pada sebelumnya. Padahal
bukannya dia baru membatalkan tunangan, tapi malah terlihat sebaliknya, uang
sakuku pun ditambahi. Bahkan hari tadi sore selepas kerja ia langsung pulang.
Biasanya ngopi dulu sama temennya trus pulang maghrib.Tumben. Kenapa aku justru
berharap bapak jadi galau? anak macam apa aku ini. Seharusnya aku senang
meilhat bapak hari ini. Itulah sosok yang aku kenal dari bapak saat emak masih
ada. Dan kebahagiaan bapak hari ini selalu tergambar jelas seterusnya.
20 Agustus 1998
Kehidupanku
selepas SMA selain kuliah di Universitas dalam kota sendiri adalah berjualan
bakso saat malam di dekat Jl. Honggowongso. Sebenarnya aku ingin mencari ilmu
keluar kota. Namun, bapak pasti akan merasa kesepian dan tentunya biaya hiudp
pun akan bertambah. Setidaknya aku ingin meringankan beban bapak yang usianya
tergolong mulai rentan dengan berjualan dan kuliah dalam kota. Kata orang-orang
sih baksoku enak. Heheheh, wajar resep rahasia emak. Dulu setiap emak sedang
memasak aku selalu menemaninya, aku melihat bagaimana cara emak mengolah setiap
makanan, belajar menakar bumbu dan masih banyak yang lain. Setelah emak pergi,
akhirnya akulah yang menjadi koki di rumah kami. Bapak selalu terkesan
bagaimana caraku mengolah masakan, katanya rasanya persis dengan buatan emak.
Sebelum
jam 9 malam daganganku habis tak tersisa. Alhamdulillah. Aku langsung pulang.
Saat perjalanan, aku masih terngiang dengan kabar buruk dari bapak tadi pagi.
Katanya 2 tahun kedepan dia akan di pensiunkan dari perusahaan. Sedangkan aku
masih berkuliah dan bisnis bakso ini belum seberapa besar. Ah, apa-apa an aku
ini. Aku percaya pasti esok hari Allah akan memberikan kami kemudahan.
Sesampai
rumah. Aku langsung bersiap diri untuk mandi. Namun setiap kali selepas
berjualan, aku selalu mendengar bapak bersajak di kamar dengan kamar terkunci
rapat. Sebenarnya bukan kali ini sih, namun setelah seminggu ia membatalkan
pernikahan dengan Sri. Entah untuk siapa ia menyiapkan sajaknya. Namun jika
bapak meminta izin kepadaku untuk menikah lagi, pasti akan kularang. Bagaimana
tidak, usianya saja sudah masuk kepala lima sedangkan dua tahun lagi ia akan di
pensiunkan.
Memang
mandi di malam hari tidak baik untuk kesehatan. Tapi rasanya tidak nyaman saja
setekah bekerja tidak mandi. Selepas mandi, aku bersiap untuk tidur. Mengingat
esok pagi ada kuliah dengan dosen sangat kejam. Bayangkan saja, telat satu
menit langsung tercatat tidak hadir. Lalu bagaimana nasib sepertiku yang harus
berjualan di malam hari.
Entah kenapa malam ini
sangat dingin. Aku ingin buang air. Dengan setengah sadar aku beranjak dari
kasur dan menuju ke kamar mandi. Sesampai depan kamar bapak aku masih bisa
mendengar bagaimana ia tetap bersajak “Semenjak kepergianmu, melamun tidak
pernah sepedih ini” romantis,
batinku.
“Pak, tidur dah jam 12
malem. Besok kerja shift pagi.” Ucapku sambil berjalan ke kamar mandi. Saat
buang air, aku sadar kemampuan bapak dalam bersajak memang keren. Pantas saja
kembang desa seperti emak luluh hatinya. Seusai buang air, aku merebus teh
hangat untuk bapak, biasanya cara ini ampuh untuk orang yang susah tidur. Aku
merasa kasihan dengan bapak, sudah dua tahun ini bapak selalu kesiangan karena
malamnya begadang membuat sajak. Apakah aku harus memeriksa kesehatan mental
bapak ke psikiater?.
Bukannya membuka pintu
setelah kuketuk, namun bapak masih lanjut bersajak. Baiklah akan kutunggu ia
sampai usai bersajak.
Kau tahu ? saat kau pergi
Aktingku berlagak kuat didepan Dimas
Sangatlah payah
Andai kau tahu
Tidak ada pernah terbesit dipikranku
selian terbentunr tentangmu
Sudah sangat lama aku merindukanmu,
Dyah.
Sepenggal
sajak itu membuat mataku basah, sangat bahagia mendengarnya. Bagimana bapak
sangat mencintai emak. Jadi rindu emak. Tapi panas teh ini menyadarkanku dari
suasana haru. Karena tak sabar, aku mencoba mengintip apa yang dilakukan bapak
lewat lobang kecil di pintu. Siapa itu? Kenapa bapak tidur di pangkuan seorang
wanita cantik? Wajahnya sangat mirip dengan emak saat muda. Kubenarkan posisi
berdiriku lalu mengusap mata. Kuberanikan lagi mengintip bapak. Tidak bisa
dipercaya. Bapak tidur dengan posisi kepalanya melayang di udara. Sekujur
tubuhku kaku merinding. Panas dari teh yang kepegang tidak lagi kurasa, mataku
beku melihat ini.
Tidak
bisa kupercaya bagaimana bapak tidur dalam pangkuan seorang wanita yang
disebutnya dengan nama emak.
T A M A T
Profil Penulis
Profil Penulis
Ariyan Ramansyah, pria kelahiran 03
November 2000 ini sudah sangat menggenari dunia tulis saat menempuh proses
belajar di pesantren. Kini ia bermetamorfosis
dari santri menjadi seorang mahasiswa di UIN Walisongo Semarang Prodi
Manajemen Haji dan Umroh semester 2. Selain memiliki hobi dalam penulisan, Ariyan Ramansyah juga
memiliki hobi dalam bidang design grafis. Dan baru-baru ini dia mampu membuat
vector dengan menggunakan smartphone.
Secara urut, hal yang ia takuti
selama hidup adalah Allah, Orang Tua lantas kecoak terbang. Untuk informasi
lebih cek saja ignya @mahapatahhati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar