SEPENGGAL KISAH DARI TITIK TERKECIL DI BUMI NUSANTARA
Oleh : Rif’atul Maghfiroh
“Bermimpilah setinggi langit,
kelak jika jatuh, kau akan berada diantara bintang-bintang”
- Ir. Soekarno -
Ibarat sebuah tujuan hidup kedua, setiap orang harus mempunyai mimpi atau cita-cita. Agar apa? Agar punya tujuan hidup yang jelas dengan senantiasa berpegang teguh pada tujuan hidup yang pertama. Tahukah kalian tujuan hidup yang pertama? Ya, tujuan hidup yang pertama adalah menyiapkan bekal untuk kehidupan selanjutnya, dengan menjalankan perintah dan menjauhi segala laranganNya.
“Tanpamu tak akan sama, tanpamu semua berbeda.
Kisahmu juga kisahku, selalu bersama aaaaa...”
-Nidji, Di atas awan-
Ini adalah sebuah kisah singkat empat anak manusia yang mempunyai cita-cita dan tekad yang kuat. Dari yang awalnya masih asing satu sama lain menjadi lekat seperti halnya kertas dan perekat. Mereka adalah Ririf, Dela, dan Fifi yang sama-sama mahasiswi jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) tetapi berbeda kelas, serta Tea mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA). Keempatnya sama-sama bercita-cita menjadi seorang guru dan wirausahawan. Dan untuk mencapai cita-cita tersebut, pastilah dibutuhkan doa dan usaha yang sungguh-sungguh. Maka dari itu, selain belajar mata kuliah di kampus mereka juga mengikuti beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Ada salah satu organisasi dimana mereka berempat mengikutinya. Organisasinya adalah organisasi pecinta alam. Dan tahun ini resmilah mereka menjadi pengurus organisasi tersebut.
“Teman-teman 3 minggu lagi kan ada hari bumi, bagaimana kalau diadakan penanaman mangrove? Kalian setuju tidak?”
“ide bagus rif, kan momennya pas. Sambil memperingati sekaligus praktek langsung menjaga bumi”
“hahaha...Fifi...Fifi...kata-katamu itu lho. Tapi aku setuju juga dengan Ririf, momennya pas. Gimna Del menurutmu?”
“Emm...bagus juga. nanti kita gak ngajak mahasiswa saja, tapi dari masyarakat juga.”
“Oke nanti kita musyawarahkan bersama teman-teman yang lain dulu. Fi, tolong buatkan pengumuman di grub WA sekarang, kalau besok sore kita ada rapat terkait peringatan hari bumi sedunia”
“siap Rif. laksanakan” jawab Fifi selaku sekertaris organisasi.
Sekilas tentang organisasi yang mereka ikuti. Organisasi mereka merupakan organisasi intra kampus bernama WAPALAM (Mahasiswa Pecinta Alam), didirikan sejak tahun 2005 dan masih aktif sampai sekarang. Ketuanya sekarang adalah Ririf dengan wakil ketua Ilham, sekertaris Fifi dan Reka, bendahara Dela dan Hiro, koordinator pengkaderan dan kajian Tea, koordinator sosial kemasyarakatan Rendra serta anggota WAPALAM yang berjumlah 30 orang.
Singkatnya usulan Ririf diterima meskipun pada awalnya pengurus sebagian besar keberatan. Karena kali ini beberapa pengurus akan mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dimana KKL sendiri tidak dilaksanakan serentak pada tanggal yang sama, akan tetapi berbeda-beda tergantung jurusan masing-masing. Namun setelah diyakinkan Ririf dan tiga orang sahabatnya, maka semuanya pun akhirnya menyetujui usul Ririf dengan dia dijadikan sebagai ketua panitia.
“Ada hal yang kurasa harus dimengerti tanpa harus diceritakan”
-Sajak bisu-
Haripun silih berganti dan acara penanaman mangrove pun hanya tinggal seminggu. Masih ada beberapa proposal yang belum tersebar dan koordinasi antar karang taruna desa, serta lainnya belum ada kabar lagi dari Ririf. Meskipun mereka berempat satu kontrakan, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Ririf. Yakni, sejak lima hari setelah rapat pertama guna persiapan acara mangrove. Melihat hal tersebut, ketiga sahabatnya pun merasa heran dan kecewa dengan sikap Ririf yang seakan lari dari tanggungjawabnya.
Sore itu terlihat Dela, Fifi dan Tea yang sebuah taman kota. Mereka sebelumnya sering pergi bersama dengan Ririf juga tentunya sebelum Ririf jarang kelihatan dan menghilang bak di telan bumi.
“Itu yang pakai kaos merah marun bukannya Ririf ya?”
“Mana Del?”
“Itu yang pakai kaos merah marun, pake celana sama kerudung kunyit Fi”
“Oo iya bener itu Ririf. Disampingnya siapa ya?”
“Pacarnya mungkin”.
“Benar-benar ya Ririf itu. Sudah tidak mau tahu dengan acara yang awalnya diusulkannya sendiri malah enak-enakan pacaran. Jangan- jangan selama ini dia alasan tidak bisa mengikuti rapat, menyebar proposal dan lain-lain gara-gara pacar barunya ini?”
“Wah bisa jadi Del”.
“Heii kalian berdua jangan seperti itu. Belum tentu apa yang kalian duga salah”.
“Bukannya begitu Tea. Sekarang kita berpikir logis saja, didepan kita sekarang Ririf sedang berdua dengan cowok dengan santainya. Sedangkan ketika dia kita ajakin rapat maupun menyebar proposal apakah dia pernah mengiyakan?”
“Iya juga. tapi...”
“Tapi apalagi Tea?...tadi kan sudah dijelaskan Dela dengan sejelas-jelasnya”. Ucap Fifi yang amarahnya sudah diujung umbun-umbun.
Tea hanya diam tak memberi jawaban. Akhirnya ketiganya pulang ke kontrakan.
“Seperti halnya sebuah wadah kecil yang terus diisi dengan air
Pastilah air itu akan tumpah pada waktunya”
-sajakbisu-
“Marilah kita sambut tuan putri kita yang gak jelas sekarang”. Ucap Dela dengan nada sinis
“Maksudnya?” jawab Ririf yang masih berada di posisi antara bingung dan lelahnya.
“Kemarin kemana saja? Diajakin rapat gak bisa, diajakin nyebar proposal gak bisa. Alasannya macam-macam, pakai acara bertemu dosenlah, ada kuliahlah. Memangnya kamu pikir kami semua gak tahu alasan dibalik menghilangnya kamu dari persiapan acara yang kamu usulkan sendiri?” ucap Fifi dengan nada kasar.
“Jadi kalian tahu? Tapi kenapa kalian nampak marah? Apa karena aku tidak memberi tahukan alasan yang sebenarnya?”
“Ya Rif, kami tahu semuanya. Tapi kamu sebenarnya punya hati gak sih. Kita itu sudah bela-belain kamu buat meyakinkan teman-teman tentang acara penanaman mangrove ini. Tapi balasan kamu apa? Bantu tidak pergi lepas tangan ya”.
Tea yang tadinya diam memperhatikan pun ikut andil memojokkan Ririf.
“Maaf teman-teman. Aku...”
“Aku apa? Mau mengaku juga kalau ternyata alasan dibalik semuanya itu karena kamu sering kencan dengan pacar barumu itu”.
“Kita sangat kecewa dengan sikapmu Rif. Ingat masih ada cita-cita yang perlu diwujudkan dan untuk mencapainya perlu proses, perlu perjuangan. Disini kita masih belajar, belajar bersama berjuang bersama. Tapi apa nyatanya sekarang? Kamu mengajak kita berjuang tapi perang belum selesai kamu mundur dan meninggalkan sahabat-sahabatmu di medan perang. Apa dimatamu sahabat itu seperti itu?”
“Sebentar!!!. dengarkan aku dulu te,man-teman. Ini tidak seperti yang kalian kira. Aku hanya pergi sebentar untuk kembali lagi. Dan sekarang ini aku kembali. Percayalah!!!”
“Meninggalkan sahabat-sahabatnya dimedan perang dan ketika selangkah lagi menuju kemenangan baru datang. Bagian mana yang seharusnya kami percaya?”
“Dalam sebuah organisasi perlulah adanya
kebersamaan, komitmen dan kekompakan
agar organisasi berjalan dengan baik.
DAN
Dalam sebuah persahabatan perlulah adanya
rasa saling mengerti, serta tidak meninggikan ego masing-masing
agar persahabatanmu kekal abadi”
-sajakbisu-
Karena tidak tahan dipojokkan sahabat-sahabatnya, Ririf pun akhirnya sampai batas dimana dia pun yang hanya manusia biasa juga bisa marah.
“sudah cukup!!!” Bentak Ririf.
Suasana pun menjadi tegang seketika. Hanya dentingan jarum jam yang terdengar. Ketiganya tahu semenjak mereka mengenal Ririf, dia tidak pernah marah. Dia merupakan pribadi yang tidak banyak bicara tapi pengertian. Bisa dikatakan paling dewasa diantara mereka berempat.
“Maaf sebelumnya tidak menceritakan alasan yang sebenarnya dari kemarin. Sebenarnya tentang lelaki yang kalian sangka pacarku itu masih keluarga dekat, dan alasan kenapa aku tidak pernah mengikuti rapat, jarang pulang kontrakan maupun yang lainnya, itu karena aku sering pulang dua hari sekali sejak Ibuku kecelakaan lima hari setelah kita rapat pertama. Tapi sekarang Ibu sudah sehat alhamdulillah.”. Ujar Ririf seraya tersenyum dan menahan air matanya.
Mendengar hal tersebut ketiganya pun syok dan langsung memeluk sahabatnya itu. Mereka tahu kalau orangtua Ririf tinggal satu yakni Ibunya. Karena Ayahnya telah meninggal dunia sejak dia masih berumur 7 tahun. Mendengar Ibunya kecelakaan pastilah Ririf sangat terpukul dengan hal tersebut. Dia akan berusaha sekuat tenaga menjaga bidadarinya baik-baik.
“Ririf maafkan kami”.
“Kamu kenapa tidak cerita?”.
“Maafkan kami Rif”.
“Ya tidak apa-apa. Salahku juga tidak memberitahukan dari awal, aku hanya tidak ingin menambah beban kalian saja. Karena ini juga sudah musim UTS, ditambah dengan akan diadakannya acara penanaman mangrove. Jadi yasudah biar kutanggung beban ini sendiri. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kok”.
“Bukankah dulu kita pernah berjanji saling membantu jika salah satu diantara kita terpuruk karena hilang semangat kuliah atau apapun itu. Jadi, sebenarnya jika ada masalah seperti ini lebih baik diceritakan saja siapa tahu kita bisa membantu”. Ucap Tea dengan penuh semangat.
“Benar itu Rif, kalau ada masalah cerita saja. Kita insyaallah bantu kok. Ya gak Del?”
“Ya...pastilah kalau itu. Setidaknya kalau tangan kita tak mampu membantu mungkin doa kita bisa
membantu. kita memang tidak tahu doa siapa yang akan diijabah oleh Allah duluan, akan tetapi manusia itu juga perlu ikhtiar, tawaddu selain diiringi dengan usaha. Karena pada dasarnya usaha saja tidak akan cukup”.
“Terima kasih nasehatnya teman-teman. Kalian memang sahabat terbaik”.
“Sama-sama”. Jawab ketiganya serempak
“Baiklah tinggal beberapa hari lagi acara kita. Bismillahirrohmanirrohimm...ayo semangat !! kita sukseskan acara kita!!!!”
“Siap laksanakan”
“Heiii itu kan kata-kata khasku Dela!!”
“Aku adalah generasi muda, hebat yang suka berkarya. Kata-kata seperti itu bolehlah kalau aku mengucapkannya. Karena aku adalah generasi merdeka. Merdeka!!!” jawabnya dengan semangat empat lima, kemudian lari menuju taman depan kontrakan. Disusul Fifi, Tea, dan Ririf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar